ARTICLE AD BOX
Meski telah ada peningkatan kesadaran akan pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, jumlah perempuan yang terpilih dan berperan aktif dalam proses politik masih jauh dari proporsi ideal.
Hal itu disampaikan Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bali Ketut Ariyani dalam kegiatan Bawaslu Bali ‘Partisipasi Perempuan Dalam Pengawasan Partisipatif’, di Kabupaten Badung, Jumat (8/11).
“Kita akui bersama kesadaran akan paham keterlibatan perempuan meningkat dalam konstelasi politik, namun belum banyak perempuan yang mampu dan mau terlibat, padahal ruang itu dijamin oleh undang-undang dalam bentuk afirmasi keterwakilan perempuan,” tutur Ariyani.
Ariyani mengatakan bahwa perempuan yang berhasil mencapai posisi penting di lembaga legislatif maupun eksekutif sering kali menghadapi tantangan tambahan yang tidak dialami oleh laki-laki, termasuk stereotip gender yang merendahkan kompetensi perempuan.
“Persepsi patriarki yang menganggap peran perempuan terbatas pada ranah domestik masih begitu kuat tertanam, sehingga perempuan dalam politik dihadapkan pada beban ganda, antara berjuang untuk meyakinkan publik bahwa mereka layak, sembari harus memenuhi ekspektasi yang tinggi dari masyarakat,” ujarnya.
Ariyani menerangkan bahwa keterwakilan perempuan sering kali juga terjebak dalam pola-pola politik yang telah lama mengakar, seperti membuat perempuan sulit membentuk aliansi yang kuat dalam merumuskan kebijakan yang benar-benar memperjuangkan kepentingan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa meski semakin banyak perempuan terlibat, keberadaan mereka belum sepenuhnya membawa perubahan mendasar pada sistem politik yang lebih inklusif dan adil.
“Perempuan yang berada dalam politik perlu memiliki ruang untuk mengambil kebijakan tanpa campur tangan kepentingan yang mendominasi, sehingga mereka dapat memperjuangkan agenda-agenda yang berdampak langsung pada kehidupan perempuan,” ucap perempuan asal Buleleng tersebut.
Ariyani menegaskan bahwa pihaknya di Bawaslu Bali sangat concern dalam keterlibatan perempuan, khususnya dalam proses pengawasan partisipatif. Pengawasan partisipatif yang melibatkan perempuan juga menjadi cerminan komitmen Bawaslu terhadap kesetaraan gender dalam demokrasi.
“Dengan demikian, dibutuhkan lebih dari sekadar kuota untuk menciptakan lingkungan politik yang benar-benar representatif bagi perempuan. Diperlukan perubahan budaya politik, dukungan struktural, serta edukasi publik yang mampu mendorong partisipasi perempuan yang sejati dan bukan sekadar simbolis. Perempuan tidak hanya membutuhkan tempat di meja politik, tetapi juga suara yang diakui, di mana kebijakan yang lahir mampu merefleksikan aspirasi dan kepentingan seluruh lapisan masyarakat,” tandas Ariyani di hadapan perwakilan Paiketan Krama Istri dan PKK Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. 7 ad