ARTICLE AD BOX
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pariwisata (Dispar) Buleleng bersama Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja sedang menyusun kajian terkait keberadaan batu akik Pulaki di Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Hasil kajian ini akan dipakai bahan untuk pengajuan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indikasi Geografis Batu Akik Pulaki.
Kepala Dispar Buleleng I Gede Dody Sukma Oktiva Askara dihubungi, Jumat (15/11) menjelaskan Batu Akik Pulaki adalah salah satu dari tiga usulan HKI Indikasi Geografis yang sedang disusun bersama Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Kabupaten Buleleng. Dua usulan lainnya, yakni Gula Aren Pedawa di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng dan Durian Bestala di Desa Bestala Kecamatan Seririt.
Usulan HKI Indikasi Geografis ini dikhususkan untuk potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang hanya ada di Kabupaten Buleleng. Seperti Garam Tejakula yang telah mengantongi HKI Indikasi Geografis tahun ini. “Batu Akik Pulaki ini memang ditemukan di sekitar bukit Pulaki wilayah Desa Banyupoh. Perajin-perajin yang memanfaatkan batu akik sebagai mata pencarian ini sudah melakoni pekerjaannya secara turun-temurun. Sehingga dipandang perlu untuk dilindungi keberadaannya,” ucap Dody Sukma.
Saat ini sudah ada 26 orang perajin Batu Akik Pulaki yang sudah diwadahi Kelompok Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Batu Pulaki Buleleng. Mereka berangsur membangkitkan lagi kegiatannya mencari batu yang berpotensi menjadi akik dan menghaluskannya di rumah. “Saat Pandemi Covid-19 lalu beberapa perajin sempat menghentikan kegiatannya sebagai perajin. Nah sekarang didorong lagi mereka untuk dapat berproduksi semua,” imbuh Dody. Selain menyusun sejarah dan dokumentasi sebagai pelengkap persyaratan yang diajukan ke Kementerian Hukum RI untuk mendapatkan HKI Indikasi Geografis, juga akan dilakukan uji laboratorium.
Sosialisasi pengajuan batu akik pulaki yang diusulkan Pemkab Buleleng mendapatkan HKI Indikasi Geografis. –LILIK
Hal ini untuk memastikan kandungan batu akik pulaki yang ke depannya menjadi brand keaslian yang tidak dapat ditemui di daerah manapun. HKI Indikasi Geografis ini pun didorong terus untuk meningkatkan harga jual ke depannya.
Salah satu perajin batu akik Komang Sukiarta,50, warga Banjar Dinas Melanting, Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak Buleleng mengatakan jenis tabur emas dan badar emas menjadi ikonik batu akik Pulaki. Bahan mentah batu akik ini dicari langsung di perbukitan Desa Banyupoh, mulai dari areal hutan, sungai bahkan laut.
“Kalau andalan di sini memang jenis batu tabur emas dan badar emas, memang khas di sini dan harganya mahal karena langka,” ujar Sukiarta.
Jenis tabur dan badar emas juga ada banyak warna, ada yang lima warna yang disebut dengan brumbun, warna abu-abu atau klawu, hingga hijau. Bebatuan itu disebutnya sering ditemukan di perbukitan setempat yang disebut Pangkung Jahe.
Setelah diolah menjadi batu akik, batu badar dan tabur emas ini memiliki harga tertinggi jika dibandingkan dengan jenis batu akik lainnya yang ada. Jika dulu saat booming di tahun 2016-2017 batu badar atau tabur emas bisa laku Rp 1,5 juta-Rp 2 juta per buahnya. Namun saat ini satu batu akik hanya laku Rp 500.000. Selain batu jenis tabur dan badar, juga ada jenis batuan lainnya, seperti bebed, tapak dara yang biasanya ditemukan di sekitar aliran sungai.
Di samping juga jenis batu yang disebut lavender, jesper dan kecubung, kresna dana hingga rambut sedana. Sukiarta mengatakan eksistensi batu akik Buleleng sampai saat ini masih digemari oleh masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kepercayaan bahwa batu dengan corak uniknya memiliki suatu kekuatan. Seperti halnya batu badar atau tabur emas, menurut kepercayaan pencinta batu memiliki manfaat untuk kekuatan dan pengasih-asih, penawar racun dan keselamatan. Sedangkan batu jenis tapak dara dikenal sebagai penjaga diri. 7 k23