ARTICLE AD BOX
Happy yang kini menetap di Ubud setelah menikah dengan Cok Gus, putra panglingsir Puri Ubud Tjokorda Raka Kerthyasa, mempersembahkan perayaan bertajuk ‘The Dancer’. Salah satu pendiri Tulola Jewelry ini menampilkan berbagai desain terbaru di Andaz Hotel Sanur, Denpasar, Rabu (30/10).
Koleksi perhiasan yang dipamerkan terinspirasi para penari Nusantara termasuk Bali. Dari Bali, Tulola Jewelry mengambil spirit penari Janger.
“Tarian bagi kami bukan sekadar gerak tapi ada doa di dalamnya. Kami melakukan riset yang cukup dalam, di masa lampau tarian itu bentuk meditasi, pemujaan dan lain sebagainya,” ujar bintang film Sang Penari ini.
Perhiasan yang dipamerkan dikerjakan bersama para perajin Desa Taro, Gianyar. Desa Taro dikenal sebagai salah satu penghasil produk perhiasan silver, solid gold, serta keris. Perajin I Made Suama turut berkontribusi membuatkan desain untuk jenis perhiasan koleksi ‘The Dancer’, yaitu, bros kipas, bros ukiran, dan sumpel bunga.
Bros kipas terinspirasi dan tarian Nar-Nir di mana setiap penarinya membawa kipas dan tarian ini diciptakan oleh seniman dari asal Desa Taro Almarhum I Camil. Tarian ini menceritakan pergaulan remaja dipadukan dengan ukiran Bali dimana ukiran seperti ini banyak menghiasi ornament pura-pura di Desa Wisata Taro
Sementara bros ukiran tumbuhan terinspirasi dari keanekaragaman tumbuhan yang ada di Desa Taro terutama tumbuhan merambat yang banyak tumbuh di hutan-hutan, sungai dan lembah yang ada di Desa Taro.
Adapun sumpel (anting) bunga terinspirasi dari banyaknya bunga yang bermekaran tumbuh di Desa Taro dan bunga ini yang menjadi hal yang penting di setiap pementasan tari karena setiap penari wajib menggunakan bunga sebagai pelengkap dalam tarian.
Happy menuturkan perhiasan tidak diukur semata-mata dari nilai materi atau harganya, tapi lebih dari itu. Pameran kali ini pun bukan hanya menjadi ajang kolaborasi dengan para seniman di Bali tapi juga ajang bertemu atau silaturahmi para sahabat perempuan pecinta perhiasan.
Ibu dua anak ini, menuturkan perempuan dalam budaya Bali adalah ‘empu’ (mengayomi), ‘luh’ dari ‘luwih’ (mulia), sebagai tulang punggung keluarga yang bersifat nilai (emosional, spiritual, sosial). “Desain (perhiasan) ini menegaskan bahwa perempuan adalah kekuatan semesta kehidupan,” tandasnya. 7 ad