ARTICLE AD BOX
Dr. Gede Pasek Suardika SH, MH., Ketua Tim Strategi Mulia-PAS, dan Drs. I Ketut Ngastawa SH,MH., Koordinator Rumah Kemenangan Rakyat-Sekar Tunjung Centre, mengungkapkan pandangannya mengenai korupsi sistemik yang dianggap telah mengakar hingga ke tingkat masyarakat.
Gede Pasek Suardika mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh desa dan aparat adat. Menurutnya, banyak tokoh di tingkat desa atau adat yang terjebak dalam sistem korupsi saat mengakses dana bantuan pemerintah. "Para tokoh masyarakat ini ingin membangun desa mereka, tetapi terjebak dalam sistem yang korup. Di sinilah tugas aparat penegak hukum untuk mengusut kasus-kasus ini, bukan hanya berhenti pada OTT yang tidak menyentuh akar masalah," ujarnya, Kamis (13/11/2024).
Peraih gelar doktor dari Universitas Padjadjaran ini juga menyoroti bahwa aparat penegak hukum harus berani mengungkap aktor utama di balik sistem korup ini. "Yang substansi itu bukan sekadar menangkap pelaku di lapangan, tetapi mengungkap siapa yang menciptakan sistem korup ini. Jika hal ini dilakukan, bisa ada ratusan miliar rupiah uang rakyat yang bisa diselamatkan dari sistem yang korup," tambah Ketua Majelis Agung Partai Kebangkitan Nusantara ini.
Selain itu, Gede Pasek juga menyinggung peran KPK dan kejaksaan yang dinilainya perlu lebih berani bertindak. Ia berharap agar pihak-pihak berwenang mampu mengembangkan kasus korupsi di Bali hingga ke aktor-aktor besar yang selama ini tak tersentuh hukum.
Senada dengan Pasek, I Ketut Ngastawa menegaskan pentingnya era bersih-bersih yang dicanangkan oleh pemerintah. Menurut Ngastawa, pemberantasan korupsi harus dimulai dari pemeriksaan yang lebih serius dan menyeluruh terhadap penggunaan dana desa dan bantuan pemerintah lainnya. "Aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan KPK perlu proaktif dalam memberantas korupsi, agar bersih-bersih ini benar-benar bermakna bagi masyarakat Bali," katanya.
Ngastawa juga menyoroti pentingnya membongkar praktik-praktik korupsi yang terstruktur dan sistematis. Ia menyebut pengalaman masa lalu dalam menangani kasus korupsi menunjukkan bahwa banyak tindakan korupsi telah direncanakan sejak awal. "Mastermind korupsi ini harus dibongkar, tidak hanya pelaku kecil di lapangan. Publik Bali perlu keberanian untuk mendukung pemberantasan korupsi ini secara menyeluruh," tambah Ngastawa.
Kedua tokoh sepakat bahwa pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas bagi pemimpin Bali di masa depan. Mereka berharap pemimpin berikutnya mampu mengemban amanat publik dengan benar-benar membersihkan birokrasi dari praktik korupsi, demi mewujudkan Bali yang lebih bersih dan transparan.
"Dengan adanya upaya bersih-bersih yang menyeluruh, Bali bisa menjadi contoh provinsi yang bebas dari korupsi, dan pada akhirnya mewujudkan Indonesia Emas 2045 yang kita cita-citakan," pungkas Ngastawa.